Senja Terakhir Sore Tadi

Sore ini hatiku sangat tenang, melahap semua kepahitan sedang mampu ia lakukan. Seolah laut rasa disana tak berombak. Ombaknya meredup, menetapkan kondisi, mengetahui apa yang akan terjadi. Ini, tak lain-tak bukan, pasti jawaban dari doa-doa pemilik hati ini.

Untuk semua doa yang kupanjatkan, bahwa ia tak boleh terbebani, Tuhan pasti mengabulkan tanpa sedikitpun terlewati. Tuhan tahu aku tak mau tahu. Bagaimanapun caranya, kalau membunuh diri pun lebih aku sukai ketimbang melihatnya merintih.

Senja sore ini pun hadir. Dengan tenang aku meminta kepastian, tentang yang aku rasa sendiri selama ini. Dengan tenang pula ia menjawab tanpa getir. Kita sudah dewasa, tak punya waktu lagi menangisi semua ini. Begitulah kiranya yang ia ingin dalam hidupnya setelah ini, dan aku berlakon mengamini.

Aku bahkan tak bisa memanggilnya Tuan lagi. Sebab, ia tak akan pulang lagi setelah ini. Ada baiknya aku membuat perangkap baru, katanya. Dia ingin aku jadi rumah bertuan, tapi bukan dia tuannya. Rumah yang aku buat terlalu tinggi dan rumit, membuat pusing, tak kerasan. Intinya, aku harus membuka pintu untuk orang baru.

"Bahkan sampai saat terakhir itu, aku masih hambamu. Mengiyakan semua yang kau mau. Dungu"
Malamnya aku tidur lebih dulu, aku takut pukul Sembilan akan menyakitkan, pukul sepuluh membuatku luruh, pukul sebelas makin melas, pukul dua belas… aku mati naas. Lebih baik aku melewati semuanya dalam keadaan mati suri. Siapa tahu paginya aku lahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk tak menyakiti anugerah Tuhan yang namanya hati.

Tapi paginya aku bangun, masih di tempat yang sama, padahal… sumpah… aku menyerah.
10...9...8...7...6...5...4...3...2...1...

Aku lepas landas. Aku tinggalkan bumi yang ini, menuju bumi yang baru. Meninggalkan kamu, dan rumah lamamu. Aku tak mau jadi rumah lagi. Aku berhenti. Nanti, aku akan menemukan yang lain... yang bukan Tuan. Yang melihatku sebagai harapan, serapuh apapun aku saat itu. Sulit memang, tapi pasti ada. Entah di dunia karena memang takdirnya, atau di surga karena aku merengek pada Sang Maha Cinta.


Komentar