Tak Ada Hati, Tak Ada Cinta

Di postingan kali ini, mari melanjutkan perjalanan menuju move on yang belum selesai (diceritakan). Direkomendasikan untuk teman-teman yang masih rindu atau takut bertemu. Semoga menyenangkan untuk perasaan kalian.
Saat itu perasaanku benar-benar sulit dipahami. Dia kesakitan karena rindu, tapi bisa mati kalau sampai bertemu. Ini bukannya perpaduan yang tak mungkin diadakan? Pikirku. Tapi nyatanya ini terjadi padaku. Sungguh, aku tidak punya ide apapun lagi tentang hatiku. Semua premis yang aku tahu tidak berlaku.

Siapa yang tidak tahu sakitnya rindu? Memangnya ada yang tidak pernah pergi dari kehidupan orang itu? Tidak mungkin. Semuanya pasti pergi, entah untuk kembali atau memang cukup sampai disini. Keduanya sama-sama menyisakan perih, sebaik apapun cara mereka untuk pergi. Sebab setiap kita menyimpan yang lainnya di dalam jiwa, menjadikannya bagian dari kita. Dan saat sebagian kita hilang, berperanlah saraf pesakitan.

Lalu, banyak yang bertanya padaku alasan takut bertemu. Mungkin hanya aku, yang hatinya mengkirut saat mata kami bertaut. Hanya aku, yang dadanya tertekan saat rautnya ada dihadapan. Hanya aku, yang air matanya berjatuhan menyambut pertemuan.

Aku takut bahwa mengkirutnya hatiku menidurkan tubuhku, lalu dia terbebani lagi oleh aku. Aku takut tekanan di dadaku menarik oksigen di sekitarku, lalu dia mati karenaku. Aku juga takut bahwa sambutan air mataku tidak ditunggu, malah membuatnya mengasihaniku.

Jadi, lebih baik kami tidak bertemu. Untuk saat ini, atau sampai nanti. Akan beruntung kalau aku sehat sejahtera saat dia tiba-tiba menjelma. Mungkin itu akan terjadi satu, dua, atau tiga tahun lagi. Sebab sekurangnya aku akan tak berdaya, dan selebihnya aku tidak lagi mengenalinya.

Inilah perjalananku, yang tidak aku mau. Aku tidak pernah sengaja melupakannya. Aku terbiasa dengan kerinduan dan ketakutan. Menanam keduanya didalam hati bahkan jiwa, hingga akhirnya benar-benar menjadi aku. Tak apa walau tak mengindahkanku, tapi dia menghiasiku, pasti.

Komentar