Akhirnya, Aku Bersyukur

Entri ini aku tulis sebagai persiapan. Persiapan kalau-kalau seseorang membaca blog-ku ini. Kenapa harus ku siapkan? Karena aku ingin dia tahu bahwa sejak hari ini, bukan, kemarin-kemarin ini, aku sudah berencana jatuh hati padanya dan tidak lagi memikirkan cerita lama. Begini-begini, aku romantis.

Baik. Di entri kali ini aku ingin berhenti sejenak menceritakan betapa hancurnya aku kala dulu. Ini ku lakukan karena aku mencintai kalian, pembaca setia. Aku ingin kalian istirahat sejenak dari kehancuran. Walau sebenarnya yang dihancurkan hidupku saja, kan? Tapi kalian memilih untuk menikmatinya juga, kan? Iya, kan?

Ketahuilah berhenti sejenak itu tidak ada ruginya. Itu semua, tergantung dari faedah apa yang kita canangkan di tempat pemberhentian. Dan, ketahuilah bahwa bahkan istirahat saja itu juga memiliki faedahnya. Dengan istirahat, perjalanan akan lebih nikmat. Bukannya pemandangan indah akan sia-sia kalau kita sedang mual-muntah?

Di sesi ini, aku ingin memastikan kepada kalian bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik saja. Bahkan remahan hati kita yang kita kira tidak akan kembali seutuhnya, akhirnya juga baik-baik saja. Entah hati kita kembali bersatu, atau beradaptasi dengan bentuknya yang baru, yang jelas pada akhirnya dia akan baik-baik saja.

Tapi pertanyaan klisenya adalah 'kapan?'.

Ya, saat patah hati kita kehilangan fokus bahkan untuk menyerap informasi dari satu paragraf tadi. Jawabannya, jelas, adalah 'pada akhirnya'. Jadi, jika kalian ingin baik-baik saja, maka tibalah ke 'akhirnya'. Aku bicara seperti ini bukan gurauan. Aku serius. Karena masing-masing kita adalah pemegang skenarionya, setelah Tuhan. Tidak ada orang lain yang bisa diharapkan untuk cerita kita sendiri. Maka dari itu, tolong, berhenti melanjutkan.

Mungkin nanti aku akan jelaskan, apa saja yang telah aku alami saat aku berhenti melanjutkan. Karena berhenti melanjutkan dan sekedar melepaskan itu benar-benar berbeda. Tapi yang jelas, keduanya sama-sama membutuhkan rasa tabah.

Untuk sekarang, pesanku hanya satu : Berhentilah.

Aku tidak suka jika kalian menjadi beban orang lain bahkan di saat perasaan kalian sudah kalian pendam sendirian, sebagaimana aku dulu. Itu memalukan. Jadi, sekarang saja, dengarkan saya. Dan selanjutnya, mari bersama-sama meniti diri menuju akhir yang kita inginkan. Nanti, aku temani.

Komentar