Sudut Pandang Wanita, Sudut Pandang Aku

Mungkin tak banyak yang spesial dari judul ini bagi para wanita. Mereka lebih kurang bisa menebak apa yang akan aku keluhkan di entri kali ini. Tapi untuk pria, kalian boleh baca! Boleh, tapi pakai tanda seru. Kenapa? Jangan tanya lagi, terjemahkan! Itu kodenya.

Sejak paragraf awal kalian mungkin sudah sadar betapa wanitanya aku. Berani mengode di kalimat ketiga, bahkan mengakuinya. Yah, agresifku sudah ketahuan dari awal. Untuk apa lagi disembunyikan.

Tapi sesuai janjiku di entri sebelumnya, aku akan menceritakan apa itu gelora yang kusebut-sebut dalam perjalanan pengakhiran.

Gelora itu milik aku dan dia. Tidak bisa aku saja, atau hanya dia saja. Aku butuh dia agar bisa praktik, dan aku harus dibutuhkan dia agar bisa merasakannya. Jadi, ini semacam produk yang harus kita ciptakan supaya benar-benar tercipta.

Oke, boleh dibilang aku dan dia ini ownernya. Jadi, kami harus kerja sama dan bagi hasil. Semuanya kami lakukan berdua, nyari bahan bikin gelora, ngolah bahan biar jadi gelora, jagain bahan biar tetep bergelora, dan lain-lain yang intinya bahan gelora.

Semuanya berjalan lancar, selama kita KERJA SAMA dan BAGI HASIL.

Tapi seperti biasa, bulan ketiga berakhir, semuanya ikut mangkir. Mungkin dia cape, jadi males cari bahan. Mungkin dia bosen, jadi ogah ngolah gelora. Mungkin dia muak, jadi gak mau jagain gelora. Lagi pula, buat apa jagain sesuatu yang udah bukan selera dia?

Tapi aku nggak bisa, aku masih butuh geloranya. Jadi, aku mulai kerja sendirian. Aku kira aku kuat selama ada dia, aku kira aku nggak akan bosen, aku kira aku nggak punya cape, males, dan kawan-kawannya.

Tapi aku cuma manusia. Yang punya badan lemah, dan otak yang bisa mikir...
Kalo ternyata yang ada buat aku cuma raga dia, bukan hatinya.
Matanya udah lama ngode biar aku berhenti, bibirnya udah beribu kali ngelantur biar aku nyuruh dia pergi, telinganya udah lama tuli biar nggak bisa denger kisah menyedihkan nasib cewek ini.

Yah, gitulah... Panjang-panjang aku bikin nanti kalian jijik.
Intinya, aku kasian, dia udah buang semua kemanusiaannya biar aku nggak sakit hati.
Aku sayang dia, jadi aku lepasin.


Komentar